Matalih Segel Sekolah, Kadindik Akan Lapor Polisi
detaktangsel.comPONDOK AREN - Kasus penyegelan sekolah kembali terjadi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Kali ini, sekolah yang disegel SDN Jurang Mangu Barat 3 Pondok Aren.
Warga bernama Matalih dan Mahpud yang menyegel sekolah tersebut, mengaku sebagai ahli waris atas lahan 100 meter yang dijadikan akses jalan menuju sekolah. Mereka mematok harga Rp5 juta permeternya. Akibat dari aksi penyegelan itu, membuat siswa terpaksa memanjat pagar agar bisa memasuki sekolah mereka.
Kepala SDN Jurang Mangu Barat 03, Entin Rohatin mengeluhkan adanya aksi penyegelan sekolah. Atas kejadian ini, dirinya telah melaporkan ke Dinas Pendidikan Kota Tangsel.
"Kalau terganggu ya pastilah. Saya dan guru-guru sini jadi nitip motor di kantor kelurahan (Jurang Mangu Barat)," katanya, Sabtu (6/12).
Entin berharap, polemik ini tidak berkepanjangan dan bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Aksi penggembokan gerbang sekolah, menurutnya, jadi mengganggu proses kegiatan belajar dan mengajar.
"Belum lagi orang tua murid, kita prihatin dengan adanya masalah ini," keluhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangsel Mathodah menanggap penyegelan yang dilakukan ahli waris sudah sangat keterlaluan. Mengingat polemik ini bukan kali pertama terjadi atas kasus serupa tapi beda obyek.
"Sudah sangat keterlaluan. Saya minta pihak kelurahan untuk ngurusin warganya biar benar, kasihan anak-anak murid jadinya," tegas Mathodah, Minggu (7/12).
Sebelumnya, kata Mahtodah, Mahpud pernah terlibat polemik yang sama dengan pemilik sebuah yayasan pemilik sekolah swasta tak jauh dari lokasi sengketa saat ini. Namun masalah tersebut telah rampung setelah pihaknya membantu memediasikan antarkeduanya.
Berkaitan dengan pengakuan luas lahan yang diklaim sebagai miliknya di SDN Jurang Mangu Barat 03, dipandang terlalu berlebihan. Sebab, luas lahan yang diklaim sebagai milik ahli waris bukan sekitar 100 meter.
"Sebenarnya tanahnya hanya 13 meter. Dan, itupun ahli waris ngaku surat-suratnya hilang, akhirnya bikin surat kehilangan kepolisian dan bikin iklan ke koran," terang Mathodah.
Apalagi sambung Mathodah, tuntutan Mahpud yang meminta proses penggantian lahan dipercepat baginya tak masuk akal. Mathodah tambahkan, sesuai aturan dalam prosedur penggantian lahan bukan kewenangan lembaga yang dipimpinnya.
Bila dituruti, Mathodah khawatir akan menjadi temuan dan kesalahan dalam penggunaan kas daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten.
"Masa mintanya ke kita. Yang ada malah nanti jadi temuan BPK kalo diturutin. Makanya, saya pernah ingatin, hati-hati bertindak, karena ganggu anak sekolah bisa dilaporkan ke polisi," tegasnya.