Proyek Tiba Masa, Tiba Kepentingan
Terminal Pondok Cabe segera difungsikan sebagai pengganti terminal Lebak Bulus yang ditutup. Terminal yang terletak di kawasan pemukiman penduduk itu sempat telantar puluhan tahun. Entah angin apa yang menghembus Dinas Perhubungan Tangerang Selatan (Tangsel) antusias menghidupkan kembali terminal ini.
Fakta lapangan menunjukkan bahwa keberadaan terminal ini tidak pernah disosialisasikan ke warga setempat sejak awal. Kalangan sopir angkutan kota (angkot) jurusan Ciputat-Parung (29) dan Lebak Bulus – Parung (106) pun protes dan menolak masuk terminal.
Meledak reaksi keras dari petugas Dinas Perhubungan dengan menerjunkan sejumlah ‘preman’ yang mengatas namakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memaksa sopir angkot. Terjadilah adu mulut hingga adu fisik ketika itu.
Lalu, ketika stagnan, terminal ini pernah akan dijadikan lahan pembakaran sampah oleh anak pejabat Pemerintah Tangerang, sebelum pemekaran Tangerang Selatan.
Protes warga Komplek Taman Pondok Cabe. Lurah Pondok Cabe Udik saat dijabat Saderi A Saeri. Tak kepalang tanggung, saat itu didatangkan ahli dari LIPI untuk mengjelaskan kepada pemrotes tentang tingkat bahaya keberadaan lokasi pembakaran sampah. Namun, warga keukeuh menolak.
Pertemuan itu tidak menemukan kesepakatan. Hidup segan, mati pun tidak mau. Begitu keberadaan tempat pembakaran sampah yang memanfaatkan lahan terminal yang ditinggalkan Pemerintah Tangerang.
Nah, sekarang ada keinginan untuk menghidupkan atau memfungsikan kembali terminal Pondok Cabe. Dan, pihak yang keukeuh justru muka-muka lama, mayoritas bukan warga Rawa Lindung, Pondok Cabe Udik, kawasan sekitar terminal. Hal ini tentu mengundang dugaan negatif. Apalagi isu yang beredar segala bentuk proyek di terminal harus melalui LSM yang bernama Paguyuban Mitra Niaga.
Sungguh aneh bin ajaib, seolah Dinas Perhubungan Tangsel telah memberi mandat atau hak otonomi kepada lembaga tersebut untuk mengelola terminal. Lalu, apa fungsi Dinas Perhubungan?
Pengembalian fungsi terminal ibarat proyek tiba masa, tiba kepentingan. Apakah Kepala Dinas Perhubungan Tangsel tidak sadar kondisi sebenarnya di lapangan ? Apakah Dinas Perhubungan Tangsel telah melakukan sosialisasi ke warga sebelum dioperasikan terminal Pondok Cabe ? Apakah Dinas Perhubungan Tangsel sudah survei atau uji coba bila jadi dioperasikan terminal ini ?
Meski segera dioperasikan sebagai terminal ‘parkir’ bus antarkota antarprovinsi (AKAP) menggantikan Terminal Lebak Bulus, tetap menimbulkan permasalahan baru. Juga ada pihak-pihak tertentu menggeruk keuntungan untuk kepentingan golongan.
Bukti bahwa proyek ini proyek tiba masa, tiba kepentingan terlihat kondisi hampir seluruh areal terminal tampak memrihatinkan. Pintu gerbang keropos yang sebagian besar atapnya telah lepas. Perubahan kentara hanya terletak pada rumput ilalang yang kini telah dipangkas. Sebelumnya, terminal yang terbengkalai selama 13 tahun sejak dibangun pada 2001 itu ditumbuhi rumput ilalang hingga setinggi satu meter.
Di sisi kiri tak jauh setelah pintu masuk, belasan pekerja tampak melakukan sejumlah kegiatan di sebuah bangunan tua. Di tempat tersebut, pekerja mengganti atap asbes yang telah lapuk (pecah dan bolong) dengan yang baru, memasang pompa air, dan menyiapkan loket karcis untuk ke-28 PO.
"Nantinya tenaga kerja-nya kita ambil dari anggota paguyuban, jumlahnya 49 orang. Mereka nanti yang jaga loket karcis, petugas kebersihan, dan lain-lain," tutur Jeffrey Kapoyos, Ketua Paguyuban Mitra Niaga, pengelola Terminal Pondok Cabe. Ke-28 PO itu antara lain Pahala Kencana, Sinar Jaya, Handoyo, Santoso, Purwo Widodo, Sumba Putra, Aneka Jaya, Raya, Tunggal Dara, Tunggal Dara Putra, Maju Lancar, Sumber Alam, Gunung Mulia, Nusantara, Laju Prima, Harta Sanjaya, Gunung Harta, Langsung Jaya, Ramayana, Tunggal Daya, Jaya, Santika, Kramatdjati, Maju Utama, Dedy Jaya, Putra Mulia, Karyasari, dan Harapan Jaya.
Pernyataan Jeffrey adalah bukti bahwa dia menglaim sebagai pengelola. Pertanyaannya, apakah Terminal ini milik swasta atau milik pemerintah ?
Dinas Perhubungan Kota Tangsel agar sadar dan tahu diri bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik dinamika pembangunan di Tangsel, termasuk difungsikannya terminal Pondok Cabe. Apalagi desas-desusnya, akan ada perluasan lahan hingga lima hektar.
Sungguh sangat mengherankan adanya gagasan perluasan lahan terminal sampai lima hektar. Tidak masuk akal bila Dinas Perhubungan bisa dikendalikan oknum-oknum tidak jelas. Sangat naif bila Dinas Perhubungan pada akhir mengambil jalan kompromis dengan LSM.
Percaya atau tidak diamnya warga Rawa Lindung, Pondok Cabe Udik, bukan menerima kehadiran terminal. Namun, bersuaranya mereka juga berarti menyambut pengoperasian terminal.
Kehati-hatian, kecerdasan, dan ketegasan sangat perlu dilakukan Dinas Perhubungan. Dengan demikian, kebijakan Dinas Perhubungan nantinya tidak cacat hukum.