Persoalan Sampah Masalah Krusial
detaktangsel.com- Sampah, sampah, sampah....! Penggalan kata-kata ini telah menjadi isu utama di kalangan masyarakat Tangerang Selatan (Tangsel). Selain tidak indah dipandang mata bila menggunung, juga semerbak aroma bau busuk sangat mengganggu pernapasan.
Satu sisi Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel belum menemukan solusi untuk mengatasi sampah. Di sisi lain, masyarakat pun terkadang buang sampah sembarangan meski telah disediakan tempat pembuangan sampah. Pada akhirnya persoalan sampah menjadi masalah krusial.
Sungguh diterima dengan nalar bila
Pemkot Tangsel hingga kini belum menemukan solusi untuk menangani masalah sampah di wilayah itu. Apalagi ancaman sampah akan menumpuk karena tidak terangkut semakin nyata menyusul penolakan warga Cipeucang terhadap rencana wilayah mereka dijadikan tempat pembuangan akhir sampah. Sebaliknya protes warga masyarakat patut diapresiasi tanpa dipolitisir.
Bila ditinjau dari segi biaya dan sumber daya manusia (SDM), tidak bisa dipungkiri penyelesaian secara tuntas permasalahan sampai menjadi sangat kompleks. Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Tangsel tidak bisa duduk berpangku tangan.
Dapat dibayangkan, kalangan Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Tangsel pasti menggerutkan dahi dan memutar otak mencari jalan keluar untuk menangani masalah sampah secara komperehensif. Betapa tidak! Jika sehari tidak diangkut, akan terjadi penambahan penumpukan sampah sekitar 700-800 kubik.
Pemandangan sampah yang menggunung akan membayangi Tangsel. Sangat tidak mengherankan persoalan sampah menjadi masalah pelik.
Niat baik Dinas terkait patut diacungi jempol. Beberapa alternatif untuk mengatasi masalah sampah telah dilakukan. Misalnya, menyewa lahan di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, membenahi TPA Cipeucang, dan bekerja sama dengan Kabupaten Tangerang agar bisa membuang sampah di TPA Jatiwaringin, Mauk. Alhasil, upaya tersebut butuh proses yang panjang dan belum akan bisa mengatasi permasalahan sampah dalam waktu jangka pendek ini.
Minimnya anggaran operasional pengangkutan sampah menjadi salah satu kendala. Di mana armada truk sampah yang ada tidak mencukupi untuk mengangkut sampah di tujuh kecamatan.
Kondisi obyektif ini menunjukkan sampah masih menjadi persoalan bagi warga Tangsel adalah bukti otentik. Adapun Pemkot Tangsel telah berupaya dengan membuat tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) juga tidak terbantahkan. Persoalannya adalah ketiadaan tempat pembuangan akhir (TPA) masih menjadi soal.
Pengoperasian TPA Cipeucang hingga saat ini masih terkendala lahan. Bahkan, Walikota Tangsel sempat mengasumsikan dibutuhkan 10 hektar. Sedangkan saat ini baru tersedia sekitar 2,4 hektar.
Malahan walikota mengusulkan adanya sistem dan manajemen TPA Cipeucang harus diperhitungkan secara benar. Bahkan, setiap lubang untuk sanitary landfill harus dihitung secara tepat agar menghasilkan sistem dan manajemen yang baik pula.
Sumbang saran walikota masuk akal. Karena TPA Cipeucang belum dikelola dengan baik. Masalah lain yang muncul, warga sekitar TPA Cipeucang menolak lahannya dijual dalam rencana perluasan lahan TPA.
Dalam kondisi obyektif yang sedemikian rupa, jelas warga masyarakat tidak bisa main tuding Dinas terkait bersalah. Pendek kata, Pemkot Tangsel harus bertanggung jawab. Yang terbaik adalah, baik Pemkot (walikota), Dinas, dan warga masyarakat bahu-membahu menuntaskan permasalahan sampah. Karena Tangsel bukan milik walikota atau Dinas. Tangsel adalah milik warga masayarakat. Jadi seharusnya warga masyarakat juga turun tangan dan bertanggung jawab soal kebersihan. Bersama Pemkot dan Dinas, warga masyarakat ikut mencari jalan keluar yang terbaik.(red)