Memaknai Arti Kemerdekaan
detaktangsel.com- EDITORIAL, Tepat 17 Agustus 2014, bangsa Indonesia memperingati HUT Ke-69 Kemerdekaan. Namun, Indonesia masih merana dan galau. Selain akibat pertarungan antarelit politik tidak kunjung islah dan masalah ekonomi, juga masalah lainnya.
Kondisi psikologis bangsa Indonesia nyaris tidak pernah terentas dari berbagai masalah yang terjadi dalam negeri. Perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden ikut mewarnai dan menyemarakkan peringatan HUT Ke-69 Kemerdekaan. Di samping itu, isu gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masalah dalam negeri ketika seluruh anak bangsa sedang mengibarkan Sang Saka dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Apakah ada kesalahan memaknai arti kemerdekaan atau memang anak bangsa belum menghirup udara kemerdekaan. Sehingga Indonesia nyaris kehilangan kesejukan dan kedamaian.
Sesungguhnya Indonesia adalah bangsa dan negara besar. Karena kehilangan kewibawaan dan integritas, maka Indonesia tidak raya lagi. Apakah hal ini tidak mengusik hati masyarakat luas?
Sumberdaya alam (SDA) yang melimpah ruah di Nusantara menjadi bukti kekayaan bangsa Indonesia. Namun, kenapa rakyat kita tetap menyandang miskin? Kenapa rakyat kita tidak menikmati kemakmuran. Ini salah siapa?
Tidak seharusnya kondisi ini menjadi pembalut kehidupan mayoritas rakyat Indonesia. Tidak seharusnya fakta ini sebagai obyek penderitaan bila ada kemauan dan kemampuan kalangan elit untuk mengentaskan rakyat dari kesengsaraan.
Semua pihak yang berkepentingan dan punya empati terhadap penderitaan rakyat, harus tergerak dan bergerak mengentaskan nasib rakyat dari penderitaan. Bukan sebaliknya, rakyat hanya dijadikan komoditi, obyek, dan alat kepentingan politik.
Fakta obyektif menunjukkan pembohongan terungkap dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) saat menyidangkan perselisihan Pilpres. Banyak kotak suara kosong. Namun, ada calon presiden terpilih. Gerakan ISIS tiba-tiba 'menghantui' kehidupan rakyat.
Pertanyaannya adalah sampai kapan rakyat jadi obyek penderitaan? Kapan perdamaian terwujud di negeri Ibu Pertiwi?
Merujuk pada permasalah yang terjadi, terkesan ada grand design untuk menciptakan Indonesia tidak pernah damai. Ada pihak tertentu- asing- tidak ingin tercipta Indonesia dalam bingkai damai. Maka, sangat relevankah bila memaknai hari kemerdekaan dalam kondisi psikologis galau dan merana, karena tidak ada kepastian terwujud kedamaian maupun kesejukan di negeri ini.