Masih Bersengketa, Lahan SMPN 23 Tangsel Berpotensi Kesulitan Sertifikat
detaktangsel.com CIPUTAT - Lahan yang digadang-gadang Pemkot Tangsel untuk pembangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 23 Tangsel, berpotensi kesulitan sertifikat.
Hal itu lantaran lahan yang terletak di Jalan Sukamulya Raya RT 001/007 nomor 9, Kelurahan Serua Indah, Ciputat, masih bersengketa, Sabtu 30/1/2021).
Informasi yang berhasil dihimpun, persengketaan tersebut terjadi antara CV Multi Guna dengan PT Bank Mayora Cabang Tomang, terkait hak tanggungan.
Kuasa hukum CV Multi Guna, Dwinanda Natalistyo kepada wartawan mengatakan, obyek tanah dan bangunan tersebut sudah diajukan pemblokiran ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangsel.
Meski, menurut Dwinanda, permohonan atas sita jaminan lahan itu sebelumnya sudah diajukan dalam perkara nomor 775/Pdt. G/2019/PN.Jkt.Brt, namun tidak dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Namun kami ingatkan bahwa terkait objek tanah dan bangunan a-quo sudah kami ajukan pemblokiran ke badan pertanahan Kota Tangerang Selatan. Oleh karenanya apabila tanah masih dalam sengketa di pengadilan, maka Badan Pertanahan Kota Tangerang Selatan melalui pejabat pembuat akta tanah wajib untuk menolak pembuatan akta peralihan tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 39 ayat 1 huruf f PP 24/1997," kata Dwinanda Natalistyo.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimta) dan Bank Mayora melakukan serah terima lahan fisik untuk pengadaan sekolah, pada Selasa (26/1/2020) lalu.
Akan tetapi, dalam serah terima tersebut rupanya proses lelangnya sudah diajukan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan nomor 105/SRT.PDT.BDG/2020/PN.Jkt.Brt Jo nomor 775/Pdt.G/2019/PN.Jkt. Brt.
Dwinanda menjelaskan, salah satu alasan pihaknya mengajukan pembatalan proses lelang adalah terkait penentuan nilai limit atau nilai likuidasinya yang dinilai sangat rendah sekali. Menurutnya, hal itu tidak wajar nilainya dan bertentangan dengan asas keadilan serta kepatutan dalam bermasyarakat.
"Bahwa salah satu alasan kami mengajukan pembatalan proses lelang adalah terkait penentuan nilai limit atau nilai likuidasinya sangat rendah sekali, tidak wajar nilainya dan bertentangan dengan asas keadilan serta kepatutan dalam bermasyarakat. Hal ini bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam teknis 366 Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2018," jelasnya.
Dengan begitu, Dwinanda menegaskan, bahwa proses lelang yang telah terjadi tidak sesuai dengan apa yang diamanatkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 27/PMK.06/2016 tentang petunjuk pelaksanaan lelang pada bagian kedelapan tentang nilai limit dalam pasal 43 ayat 1 dan 2 pasal 44 ayat 1 poin a pasal 45 poin b pasal 46 ayat 1 dan pasal 49.