Mampukah Jokowi ?
detaktangsel.com - OPINI, Pemilihan Presiden (Pilpres) telah usai diselenggarakan 9 Juli lalu, berbagai macam strategi kampaye pun telah usai ditembakan kandidat Capres-Cawapres. Di tempat-tempat strategis yang dapat dilihat mata masyarakat Indonesia, terpampang nama Prabowo Subiyanto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai calon Presiden dan calon wakil Presiden.
Hasil Real Count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pasangan nomer urut dua Jokowi-JK unggul dengan presentase 53.15% dari lawannya pasangan nomer urut satu Prabowo-Hatta dengan presentase 46.85%. Meski keputusan mutlak ada ditangan Mahkamah Konstitusi (MK), setidaknya kita memperoleh gambaran, mampukah Jokowi menjadi Presiden?
Sudah kali ke enam Indonesia berganti Presiden, nyatanya negeri seribu pulau yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) ini masih belum cukup untuk mensejahterakan masyarakatnya. Pemilu merupakan perwujudan sikap demokratis bangsa indonesia, sejak tumbangnya rezim orde baru yang berkuasa hingga tiga dekade, harapan akan datangnya pemimpin yang dapat mensejahterakan rakyat masih menjadi dongeng tidur Putera-Puteri Pertiwi.
Berbagai macam wajah bermuculan ke permukaan, berebut tampil di media massa untuk berkomunikasi dengan jutaan pasang wajah yang mendamba-dambakan sosok pemimpin baru di Tanah air. Sederhananya, semua berlomba merebut hati rakyat untuk bisa duduk dikursi RI-1. yang berjiwa kapitalis berubah jadi sosialis, yang pelanggar HAM jadi pembela HAM, yang apatis jadi patriotis, yang atheis jadi agamis.
Bagaimana pun polemik yang lahir benak masyarakat Indonesia menanggapi soal Pemimpin baru, sosok yang dapat mengaplikasikan makna Pancasila memang tidak ada tandingannya. Nyatanya makna Pancasila hingga hari ini masih terkatung-katung dikaki langit. Sederet problematika bangsa indonesia masih menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Tengok saja saudara-saudara kita di pedalaman Papua sana, siapa pun Presidennya mereka tetap saja tidak pernah merasakan terangnya rumah dan dusun mereka kala malam. Betapa mudahnya berangkat ke Sekolah, betapa baiknya pelayanan di rumah sakit serta betapa rukunnya kehidupan beragama.
Memang nyatanya pemerataan kesejahteraan masih terus dijadikan warisan untuk pemimpin berikutnya. masalah pendidikan, kesehatan, pembangunan dan ekonomi semua tersentralisasi di kota-kota besar, mungkin daerah-daerah tertinggal terlalu terisolir untuk dilangkahi kaki-kaki para elit pemerintah.
Disisi lain membangun manusia memang faktor utama, pendidikan contohnya. namun, bagaimana rasanya belajar di gedung sekolah yang hampir roboh, berangkat sekolah lewat jembatan yang hampir putus serta keterbatasan tenaga pengajar.
Jika hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Jokowi sebagai Presiden mendatang nasib bangsa Indonesia lima tahun kedepan dipertaruhkan, akankah pemerataan kesejahteraan benar-benar terwujud atau masih dijadikan warisan untuk pemimpin berikutnya.