Fakta Mengejutkan di Balik Mie Instan
detaktangsel.com - Kalau Anda masih mempertimbangkan mie instan sebagai menu makanan, Anda harus tahu studi yang baru diterbitkan dalam Journal of Nutrition. Perempuan yang mengonsumsi mie instan memiliki risiko signifikan lebih besar terserang sindrom metabolik, dibandingkan mereka yang hanya mengonsumsi sedikit. Itu terlepas dari diet atau kebiasaan yang mereka lakukan secara keseluruhan.
Perempuan yang menikmati mie instan lebih dari dua kali seminggu, 68 persen lebih mungkin terserang sindrom metabolik. Yakni, sekelompok gejala seperti obesitas, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar gula darah yang tinggi, peningkatan trigliserida yang tinggi, dan tingkat kolesterol HDL yang rendah.
Mereka dengan lebih dari tiga gejala tersebut memiliki tingkat risiko diabetes dan kardiovaskular tinggi. Penelitian sebelumnya menganalisis asupan gizi secara keseluruhan antara konsumen mie instan dan non-konsumen mie instan. Seperti diduga, mengonsumsi mie instan memberikan nilai kontribusi kecil terhadap diet sehat.
Para konsumen mie instan memiliki asupan nutrisi penting seperti protein, kalsium, fosfot, zat besi, kalium, vitamin A, niasin, dan vitamin C yang jauh lebih rendah dibandingkan non-konsumen. Mereka yang mengonsumsi mie instan juga memiliki asupan energi, lemak tak sehat, dan natrium yang berlebihan. Satu paket mie instan berisi 2700 miligram sodium.
Dalam mie instan juga terdapat daftar panjang zat aditif termasuk pengawet beracun tersier, butil hidrokuinon (TBHQ). TBHQ, produk sampingan dari industri perminyakan, terdaftar sebagai antioksidan. Namun, harus sadar bahwa itu adalah bahan kimia sintetik dengan sifat antioksidan. Bedakan dengan antioksidan alamiah. Bahan kimia tersebut mencegah oksidasi lemak dan minyak sehingga dapat memperpanjang masa simpan makanan olahan.
Di samping banyaknya natrium dan pengawet TBHQ, apalagi yang ditemukan dalam seporsi mie instan?
Lembaga Prevent Disease melaporkan, mie blok kering awalnya tercipta dari mie yang digoreng cepat. Ini merupakan metode utama yang digunakan di negara-negara Asia, meskipun mie blok yang udaranya dikeringkan disukai di negara-negara Barat.
Bahan utama mie kering adalah tepung, minyak sawit, dan garam. Sementara bahan umum bubuk penyedap adalah garam, monosodium glutamat, bumbu, dan penyedap, dan gula.
Pada Juni 2012, Korea Food and Drug Administration (KFDA) menemukan benzopirene (zat penyebab kanker) di dalam enam merek mie yang dibuat oleh Nong Shim Company Ltd. Meskipun, KFDA menyatakan jumlahnya sangat sedikit dan tidak berbahaya, Nong Shim mengidentifikasi sejumlah mie bermasalah, dan mendorong penarikan kembali pada Oktober 2012.
Monosodium glutamat (MSG) dalam mie instan, cukup banyak alasan untuk menghindarinya. MSG adalah zat excitotoxin, yang membuat sel-sel saraf terlalu bersemangat hingga menyebabkan kerusakan atau kematian.
Zat tersebut menyebabkan disfungsi dan kerusakan otak pada berbagai derajat, bahkan berpotensi memicu atau memperburuk ketidakmampuan belajar, penyakit Alzheimer, Parkinson, penyakit Lou Gehrig, dan masih banyak lainnya.
Sekitar 78 persen dari MSG adalah asam glutamat bebas. Asam glutamat bebas adalah neurotransmiter sama yang digunakan oleh otak, sistem saraf, mata, pankreas, dan organ lainnya untuk memulai proses tertentu di dalam tubuh.
Belum lagi, fakta menyeramkan bahwa MSG digunakan untuk menggemukkan tikus dalam penelitian ilmiah. MSG adalah obesitas yang sempurna. Jika Anda berniat mencapai berat badan dan kesehatan ideal hindari MSG di semua makanan.
Kembali ke makanan organik
Sesekali menikmati mie instan tidak akan membunuh Anda. Namun, ketika Anda membuat kebiasaan mengganti makanan enak dengan makanan sehat maka Anda dapat menghindar dari gangguan kesehatan yang mungkin berkembang.
Mie instan adalah contoh nyata dari jenis makanan olahan yang sebaiknya dihindari. Makanan olahan mendorong penambahan berat badan dan penyakit kronis. Makanan ini memiliki kandungan gula, fruktosa, karbohidrat olahan, dan bahan-bahan buatan lain yang tinggi, serta nutrisi dan serat yang rendah.
Orang-orang telah mengonsumsi sayuran, daging, telur, buah-buahan, dan seluruh makanan lainnya selama berabad-abad. Sementara itu, makanan olahan baru saja ditemukan. Lakukan secara perlahan rencana gizi untuk menghapus makanan olahan dari diet Anda.