Taruhan Nyawa Sekadar Sesuap Nasi
detakserang.com- LEBAK, Hanya andalkan modal cangkul dan linggis. Penambang buru butiran emas hingga pertaruhkan nyawa.
Mayoritas masyarakat Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, menggantungkan hidup melalui penambangan tradisional di sekitar desanya.
"Kalau lagi dapat, ya untung. Sebaliknya, kalau lagi enggak dapat, ya udah. Mau gimana lagi," tutur Agun Gunawan, penambang tradisional (gurandil), Minggu (2/3).
Penambang tradisional hanya mengandalkan alat pengerukan sangat sederhana yaitu cangkul dan linggis. Alat ini untuk menggali tanah untuk mendapatkan butiran emas. Mereka bekerja selama 24 jam nonstop.
Sekitar 14 gurandil menggali secara pergantian.
Mereka memahat setiap urat (sebutan alur emas) yang terdapat di lubang untuk mendapatkan butiran emas dari batu dipahatnya.
Penghasilan mereka dari butiran emas tidak menentu per hari, per minggu, bahkan per bulan.
Setiap bongkahan batu yang mengandung emas dikumpulkan dan dipecahka hingga halus. mereka mencuci hingga terlihat butiran emasnya.
"Ya pembagiannya sama yang punya modal. Ada setengah- setengah. Ada pula dibayar
Rp50 ribu per hari," kata penambang bernama Dian saat ditemui sedang isitirahat di saung di depan pintu masuk lubang tambang.
Para penambang beraktivitas sehari-hari, seperti memasak, mandi, hingga tidur di saung ini. Mereka pulang ke rumah hanya untuk mengganti pakaian.
Dari segi keamanan merka rasakan kurang cukup memadai. Saat detakserang.com ikut masuk ke lubang galian, tampak dinding kanan kiri dan atas hanya di pasang kayu seadanya saja dengan ketebalan rata-rata 5cm.
Ketinggian sekitar 1meter dan kedalaman lurus 500meter. Sehingga, para penambang harus berjalan jongkok semenjak pintu masuk hingga tempat pemahatan urat emas.
"Ya keamanannya enggak ada. Taruhannya nyawa. Tapi kalo enggak gini, gimana mau makan kita," ujar Wira Suarna.
Gurandil ini menyebutkan, persediaan oksigen di dalam galian sangat kurang. Bagi yang tidak terbisa pasti akan merasakan hawa panas mesti telah di bantu kompresor untuk pernafasan.
Aktivitas di tambang tampak akrab antargurandil. Mereka beristirahat pun di dalam tambang sambil makan dan minum bersama. Sedangkan pembagian sitem kerja berdasarkan kesepakatan bersama antargurandil.
Hasil galian diangkut menggunakan kereta dorong tradisional yang terbuat dari kayu. Kereta ini didorong menggunakan tenaga dua orang.
Dari hasil tambang berbentuk emas, mereka menjual ke pengepul atau pemodal di lokasi penambangan.
Mereka menggeluti profesi gurandil sudah puluhan tahun. Bahkan sudah ada yang 30 tahun .
"Saya mah udah sejak lulus SMP ikut geluti pekerjaan ini," tutur Usep, warga
Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Bayah. (Mow)