Konsumen Wajib Tahu, Ini Aturan Pinjol Tagih Hutang Tidak Boleh Semena-mena
detaktangsel.com BISNIS -- Sebuah Perusahaan fintech pinjaman online (pinjol) terancam sanksi denda hingga sebesar Rp15 miliarm. Karena menagih utang secara semena-mena dengan ancaman atau mempermalukan konsumen.
Didalam ketentuan denda tersebut diatur dalam aturan baru Otoritas Jasa Keuangan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan juga Masyarakat di sektor Jasa Keuangan, yang ditekan Ketua OJK Mahendra Siregar pada 20 Desember 2023.
Pada Pasal 62 ayat (1) POJK mewajibkan perusahaan pinjol untuk memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menggunakan cara penagihan yang dirinci pada Pasal 62 ayat (2). Untuk memastikan tindakan penagihan sesuai dengan aturan tersebut, perusahaan pinjol wajib memastikan ini:
- tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan ataupun tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen
- tidak menggunakan tekanan fisik maupun verbal, dilakukan tidak kepada pihak selain konsumen
- tidak dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu
- dilakukan di tempat alamat penagihan yang sesuai atau domisili konsumen
- hanya dilakukan pada hari Senin sampai Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00-20.00 waktu setempat
- sesuai dengan ketentuan yang ada di peraturan perundang-undangan.
Pada ayat (3) Pasal tersebut juga mengatur bahwa penagihan di luar tempat atau waktu yang telah diatur di atas hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan perjanjian dengan konsumen.
Jika ada perusahaan pinjol yang melanggar ketentuan tersebut, akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatasan produk atau layanan atau kegiatan usaha, pembekuan produk atau layanan atau kegiatan usaha, pemberhentian pengurus, pencabutan izin produk ataupun layanan, pencabutan izin usaha serta
"Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e dikenakan paling banyak Rp15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah)," bunyi Pasal 62 ayat (6) POJK tersebut.
POJK ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan menggantikan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, serta menyempurnakan beberapa POJK lainnya.
Dalam keterangan resminya OJK menyatakan, mengapresiasi berbagai masukan dalam penyusunan POJK ini kepada stakeholder terkait baik asosiasi industri jasa keuangan hingga PUJK.
"Penerbitan POJK Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan merupakan respons cepat OJK selaku regulator atas amanat UU P2SK untuk memperkuat pelindungan konsumen dan masyarakat," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam ketentuan yang tertulis pada hari, Selasa (9/1/2024).
POJK juga mempertegas kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan perilaku PUJK dalam mendesain, menyediakan informasi, menyampaikan informasi, memasarkan, membuat perjanjian, dan juga memberikan layanan atas produk atau layanan serta melakukan penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa.
Sangat diharapkan, pengawasan perilaku PUJK dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen kepada PUJK di setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan serta tetap memberikan peluang kesempatan untuk perkembangan PUJK secara adil, efisien, dan juga transparan.
Penulis: Muhammad Raffandika Zulkarnain