Terkait PKL, DPD APKLI Minta Pemkot Tangsel Lakukan Pendampingan
detaktangsel.com PAMULANG – DPD Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Kota Tangerang Selatan berharap penataan PKL dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Harapan itu disampaikan Ketua DPD APKLI Kota Tangsel Desman Ariando mewakili anggotanya, saat diminta komentarnya tentang upaya penertiban dan penataan PKL di Pamulang, khususnya PKL yang terkena dampak proyek pembangunan infrasturuktur jalan Provinsi Banten di ruas Jalan Siliwangi Pamulang, Jumat (27/11).
Dalam kesempatan tersebut, Desman mengungkapkan, pada intinya pedagang kali lima (PKL) yang diwakili APKLI mendukung peningkatan infrastruktur jalan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten, khususnya di Jalan Siliwangi. Menurutnya, terkait dengan pelebaran jalan Siliwangi tersebut, dari data APKLI, pedagang kaki lima yang terkena efek/dampak proyek tersebut hampir berjumlah 100 pedagang.
“Dalam kaitannya dengan proyek tersebut, pedagang kaki lima bukan tidak mau pindah. Tetapi ini menjadi permasalahan yang terus berulang-ulang, di mana pemerintah daerah (pemkot Tangsel) selalu menggunakan Peraturan tentang Ketertiban Umum dalam menangani pedagang kaki lima. Padahal, seperti kita ketahui bahwa pemerintah daerah Kota Tangsel sudah mempunyai Peraturan Daerah nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. Karenanya, APKLI ingin agar pemerintah Kota melaksanakan kaidah-kaidah atau pun amanat dari peraturan daerah tersebut dalam hal penanganan pedagang kaki lima, dan bukan menggunakan paradigma ketertiban umum, dan itu menjadi dasar pemahaman kita bersama,” papar Desman.
Menurut Desman, di dalam Perda tersebut jelas tertulis bahwa tangung jawab dalam penataan pedagang kaki lima terletak pada Wali Kota. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa tugas Wali Kota dalam penataaan pedagang kaki lima itu ada Lima, yakni Pendanaan pedagang kaki lima, Pendaftaran pedagang kaki lima, Penetapan lokasi pedagang kaki lima, Relokasi, dan Peremajaan lokasi PKL.
“Jadi, tidak ada kausul dalam Peraturan Daerah tentang Penggusuran. Yang ada adalah penataan dan pemberdayaan,” tegasnya
Menanggapi rencana Pemkot Tangsel yang akan melakukan relokasi PKL ke kawasan Pasar Kita Pamulang, justru ditanggapi pesimis para PKL. Menurut Desman, lokasi usaha di Pasar Kita merupakan kawasan milik swasta dan bukan Fasos/Fasum yang peruntukkannya bagi PKL, sehingga terkesan kebijakan yang dibuat oleh pemkot Tangsel tidak mengindahkan Perda itu sendiri.
“Jadi, pada intinya Pemerintah Kota seharusnya tidak melempar begitu saja para PKL ke Pasar Kita, dan yang penting adalah adanya peran pendampingan pemerintah dan fungsi pengaturan pemanfaatan Fasos/Fasom yang ada di Pamulang khususnya, umumnya di Kota Tangerang Selatan. Pendampingan yang dimaksud adalah pendampingan bagi setiap pedagang kaki lima yang terkena relokasi, dan jangan dibiarkan begitu saja. Pihak Pasar Kita setelah dikonfirmasi oleh APKLI ternyata pihak pasar tidak bisa menampung semua pedagang yang ada, karena Pasar Kita itu lebih pada pasar basah. Sementara pedagang yang ada di kawasan Siliwangi itu mayoritas pedagang kuliner, pedagang accesoris, dll, yang sedikit beda dengan komunitas di Pasar. Jadi, APKLI melihat kurangnya peran pemerintah dalam hal pendampingan,” ungkap Desman.
Dalam kesempatan tersebut, APKLI juga mendesak pemerintah untuk lebih menjalankan fungsi pengaturan terhadap Fasos/Fasum yang digunakan oleh PKL untuk berusaha. “Seperti kita tahu bahwa ada peraturan yang memang men-sah-kan pedagang kaki lima atau pedagang mikro perkotaan untuk berusaha di lahan Fasos/Fasum. Ini yang APKLI belum lihat bahwa Pemkot belum melaksanakan fungsi pengaturan. Apa yang terjadi di Pamulang dengan PKL yang terimbas dari proyek pelebaran jalan, hendaknya pemerintah kota melaksanakan setiap langkah-langkah dalam peraturan-peratusan itu, sehingga semua pihak merasa dimenangkan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, APKLI menyarankan agar pemerintah mendengarkan apirasi dari bawah. Karena menurut Desman, kebijakan yang sifatnya Top Down akan selalu sulit diterima dan menimbulkan resisten pada objeknya, dan sebaliknya. “Bila pemerintah selalu mendengarkan apa keluhannya, apa keinginannya, maka saya pikir penolakan dan resistensi dapat dieleminir,” ungkap Desman.