Pilkada Tidak Langsung Melahirkan Money Politik
detaktangsel.comTangsel - Menghindari praktik politik uang tidak bisa begitu saja mengembalikan sistem pemilu langsung menjadi tidak langsung. Bahkan proses pemilihan kepala daerah yang dipilih DPRD justru sangat besar kemungkinan para dewan menerima suap dari kandidat.
"Ini bisa menjadi ajang bagi anggota dewan untuk menerima suap dari kandidat, bahkan nilainya tidak sedikit. Ini yang kami khawatirkan kalau kepala daerah dipilih di DPRD," ungkapkan Anggota DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) Abdul Hoir, kemarin.
Menurut Hoir, bukan lagi menjadi rahasia umum politik transaksional di dewan akan lebih mengerihkan jika memang dipilih di DPRD. Terlebih lagi pada 2015 nanti Tangsel sudah harus menyelenggarakan Pilkada.
"Kandidat tidak hanya harus mendapatkan restu dari elit pusat, tetapi juga harus berani bergening dengan para dewan yang akan memilih para kandidat itu. Jadi proses tarik ulurnya jelas sangat panjang," tuturnya.
Mengenai Pilkada langsung yang juga masih ada praktik politik nasional antara pemilih dengan kandidat. Hoir mengatakan hal tersebut masih bisa diperbaiki dilakukan dengan pendidikan politik.
Kendati demikian Hoir sangat yakin bahwa sebenarnya seluruh anggota dewan Tangsel menginginkan proses demokrasi yang sejatinya dipilih langsung oleh rakyat. agar nantinya pemimpin yang terpilih benar-benar lahir dari masyarakat.
"Namun saya yakin, sebagian besar anggota dewan di sini (DPRD Tangsel, red) menginnginkan pesta demorkasi yang sejati. Yaitu dipilih langsung oleh masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Tangsel Drajat Sumarsono menegaskan Partai PDIP kota Tangsel akan bejuang untuk menolak jika Pilkada diambil alih oleh DPRD, karena menurutnya. Dengan diambil alihnya hak pilih dari rakyat, susah mengganggu sistem demokrasi yang memang dijunjung tinggi oleh negara Indonesia.
"Kita menolak pilkada tidak langsung. Kita tidak ingin aspirasi rakyat diambil oleh DPRD,"tegasnya.
Terpisah, pengamat politik Universitas Muahammadiyah Jakarta (UMJ) Maryogi mengatakan, bahwa praktik transaksional atau suap menyuap di internal DPRD akan sangat besar kemungkinan terjadi.
"Terlebih lagi di Kota Tangsel usai menggelari Pemeilihan Legislatif (Pileg), dimana para caleg menghabiskan uang cukup besar. Maka jika Pilkada dipilih di DPRD semakin besar kemungkinan untuk menerima suap dari kandidat,"ujarnya.
Maryogi menambahkan, bisa juga ada proses yang sangat alot jika persoalan harga transaksi tidak menemukan kesepakatan antara dewan dan kandidat kepala daerah. "Malah makin banyak proses yang harus dilalui, misalnya dewan minta harga yang tinggi dan kandidat tidak menyanggupi, jadi proses transaksinya saja bisa panjang,"ungkapnya.