Presiden SBY Meradang
detaktangsel.comEDITORIAL - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meradang menyusul DPR mengesahkan UU Pilkada tidak langsung. Ketua Umum DPP Partai Demokrat ini selaku kepala pemerintahan berusaha untuk membatalkan dengan berbagai cara. Misalnya, tidak menandatangani UU Pilkada dan malah hendak mengeluarkan Perpu. Wooooooh.....!
Kehadiran UU Pilkada baru bak bogem mentah bagi SBY. Tak pelak lagi. Pulang lawatan dari luar negeri, SBY menunjukkan kesan panik dan meradang. Rapat kabinet terbatas pun digelar hanya untuk membahas UU Pilkada tersebut.
Begitu gentingnya negeri ini menyusul kelahiran UU Pilkada baru? Ach, tidak. Asumsi itu berlebihan. Seolah proses demokrasi mati gara-gara Pilkada dikembalikan ke DPRD, bukan pemilihan langsung. Apalagi sejumlah 'gerombolan' masyarakat menggelar aksi demo damai menolak kehadiran UU Pilkada baru ini.
Kondisi ril ini malah menjadikan SBY makin yakin atas asumsinya. Bahwa UU Pilkada baru layak ditolak karena 'mencabut' napas demokrasi di negeri ini. Untuk itu, SBY punya keinginan untuk tidak menandatangani atau mengeluarkan Perpu sebagai bentuk perlawanan.
Aduh, SBY kok makin tidak cerdas dan tidak menjadi sosok negarawan. Sudah tahu gonjang-ganjing politik ini akibat ulah Fraksi Partai Demokrat melakukan walk out saat Sidang Paripurna DPR hendak mengesahkan RUU menjadi UU Pilkada. Lalu, kenapa SBY seperti cacing kepanasan.
Begitu pun kubu PDI Perjuangan. Setelah gagal memenangkan pertarungan di Sidang Paripurna DPR disusul penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU MD3, sikap PDI Perjuangan makin tidak cerdas. Menuding Majelis Hakim MK kehilangan sense of polical crisis. Karena ada dua Majelis Hakim berasal dari PAN dan PBB.
Sungguh aneh tapi nyata. Sikap SBY atau PDI Perjuangan malah jauh dari kejernihan dalam mengapresiasi persoalan UU Pilkada dan UU MD3. Ada kesan kemunafikan yang tersifat dari sikap SBY maupun PDI Perjuangan. Kalau legowo dan tampil dengan jiwa negarawan, tentu mereka tidak meradang sedemikian rupa.
Justeru SBY tidak obyektif bila tidak meneken UU Pilkada atu mengeluarkan Perpu. Karena ukuran demokrasi mati bila Pilkada lewat DPRD tidak jelas. SBY hanya berdasarkan geliat 'segerombolan' masyarakat yang menolak Pilkada tidak langsung. Pandangan PDI Perjuangan juga ngawur bila 'mencurigai' dua Majelis Hakim yang menjegal gugatannya terhadap UU MD3.
Seharusnya, baik SBY maupun PDI Perjuangan menunjukkan sikap negarawan dalam menyikapi konstelasi politik akhir-akhir ini. Hal ini terjadi bagian yang tidak terpisahkan dari 'limbah' politik Pilpres yang lalu. Siapa yang dusta dan jujur makin tidak jelas. Sungguh kasihan rakyat hanya dijadikan komoditas politik oleh elit politik.