KMP Dominasi Parlemen
detaktangsel.comEDITORIAL - Koalisi Merah Putih (KMP) menguasai kursi kepemimpinan DPR RI. Posisi KMP yang beranggotakan Partai Golongan Karya, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat makin kuat di parlemen. Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto terpilih sebagai Ketua DPR. Dia didamping empat wakil, yakni Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat), Fahri Hamzah (PKS), serta Taufik Kurniawan (PAN).
Sementara gaya kepemimpinan anggota tertua DPR periode 2014-2019, Popong Otje Djunjunan patut diacungi jempol meski mengundang aksi interupsi. Sesuai aturan, anggota tertua dan termuda ditugaskan menjadi pimpinan sementara sebelum pimpinan DPR definitif terpilih. Bersama anggota termuda, Ade Rezky Pratama, perempuan berusia 76 tahun itu pun memimpin sidang paripurna pemilihan pimpinan DPR yang cukup panjang dan melelahkan.
Sidang berlangsung maraton sejak Rabu (1/10) malam hingga Kamis (2/10) dini hari. Tugas itu diselesaikan Popong meski mungkin harus terus mengernyitkan dahi mendapati hujan interupsi. Bahkan, rapat paripurna pemilihan pimpinan DPR tidak berlangsung mulus. Di mana diwarnai walk out dari kubu Koalisi Indonesia Hebat (PDIP, PKB, Hanura, dan NasDem). Mereka menyatakan tidak bertanggung jawab dengan hasil paripurna.
Hasil sidang ini jelas menempatkan Jokowi-JK tidak bisa mengabaikan dominasi KMP di parlemen. Pemerintahan Jokowi-JK bisa saja terancam manuver KMP. Kebijakan-kebijakan yang diajukan Jokowi rentan diganggu KMP.
Teriakan, hujatan, dan kericuhan mewarnai sidang paripurna. Publik pun bisa menyaksikan polah para anggota dewan pada hari pertamanya mengabdi sebagai wakil rakyat.
Terkesan, komunikasi politik mayoritas anggota dewan produk Pileg 29014 sangat rendah. Sehingga tidak mampu menunjukkan politik santun saat bersidang. Benar kata KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Anggota dewan dianalogikan sebagai Taman Kanak-Kanak.
Lantas, bagaimana integritas anggota dewan yang sedemikian rupa? Apa memberi jaminan mampu menerbitkan UU yang pro rakyat?
Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggeliat menyikapi UU Pilkada baru. Kepala Pemerintahan yang sekaligus Ketua Umum DPP Partai Demokrat menolak keras Pilkada lewat DPRD sebagaimana diamanatkan UU Pikada yang baru tersebut.
SBY berkeinginan tidak menandatangani UU Pilkda tersebut. Bahkan, SBY bersikeras mengeluarkan Perppu. Ini pertanda negeri ini makin jauh dari kesejukan.
Rakyat hanya mampu mengharapkan semua elit politik, baik dari KMP maupun Indonesia Hebat, islah. Duduk bareng satu meja, mereka menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan.