Pertanyakan Kinerja Dinas Sosial Se-Banten
detaktangsel.com- EDITORIAL, Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten, akhirnya menutup sementara panti asuhan The Samuel's Home di Jalan Gading Barta, Gading Serpong, Kelapa Dua. Karena panti tersebut dinilai tidak dapat memenuhi administrasi alias tidak mengantongi izin lingkungan dan operasional.
Dinas sosial terus mengawasi secara ketat panti tersebut setelah terbongkar kasus dugaan penelantaran anak sejak Senin (24/2) hingga waktu yang belum ditentukan.
Sejauh ini, penyidik juga sudah memeriksa 17 anak yang menjadi korban kekerasan dan penelantaran yang diduga dialami korban saat berada di panti asuhan milik Samuel.
Penyidik juga sudah mengumpulkan dan mengamankan sejumlah barang, seperti sapu, sandal, dan tali, yang diduga digunakan pelaku untuk melakukan kekerasan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung penuh langkah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang membongkar dugaan kasus kekerasan terhadap anak-anak di panti The Samuel's Home.
Juga mereka turut mengapresiasi kinerja polisi bersama Komnas PA yang secara maraton mengungkap kasus tersebut.
Ketika melihat kondisi anak-anak yang buruk, evakuasi terhadap mereka sebagai upaya melaksanakan perintah UU Perlindungan Anak.
KPAI harus mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan pasal 2 UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 74 meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak.
Kasus panti asuhan The Samuel's adalah pelajaran sangat berharga bagi Dinas Sosial. Apa pun alasannya, instansi pemerintah tidak hanya bergerak pada saat ada kejadian.
Persoalan ini merupakan masalah kemanusiaan. Sehingga instansi terkait perlu lebih reaktif. Bahkan, turun ke lapangan secara instensif.
Siapa tahu masih ada Samuel-Samuel yang lain melakukan tindakan serupa. Namun tidak terawasi. Ini perlunya Dinas Sosial memantau, bahkan mendata ulang keberadaan panti asuhan lainnya.
Jangan sampai Dinas Sosial bergerak setelah ada kejadian. Jangan sampai pula Dinas Sosial berpijak pada prinsip 'tiba masa, tiba akal' dalam menyikapi setiap ada masalah.
Dinas Sosial mengembang sayap untuk memerintahkan aparatur hingga tingkat kelurahan. Karena kelurahan adalah ujung tombak pemerintah dalam menggali permasalahan di akar rumput.
Tidak masuk akal dan tidak mungkinlah, Dinas Sosial mengetahui persoalan di akar rumput tanpa adanya informasi dari bawah. Untuk itu, Dinas Sosial perlu mengembangkan prinsip 'bottom up' ketimbang 'top down'. Dengan demikian, arus informasi dari bawah tertata rapi dan akurat.
Sangat akuratkah data base yang dimiliki Dinas Sosial. Kalau tidak akurat, bisa jadi, ada panti asuhan sekadar papan nama terdata.
Sebenarnya Dinas Sosial menghadapi masalah tidak hanya persoalan status hukum panti asuhan. Persoalan lain yang cukup meresahkan warga dan terkesan terabaikan. Di antaranya praktik 'kotak amal' yang dilakukan oknum tertentu yang mengatasnamakan kepentingan tempat peribadahan.
Memang sepele kesannya. Namun bila dibiarkan dan diabaikan 'aksi' oknum 'penjaja' kotak amal itu, lambat laun akan menjadi masalah besar di masa mendatang.
Dalam konteks ini patut dipertanyakan adalah bagaimana kinerja manajemen Dinas Sosial menyikapi permasalahan sosial kemasyarakatan ini. Payung hukum yang melindungi Dinas Sosial memberantas aksi 'kotak amal' sangat kuat.
Sumber dana untuk biaya operasional pun tidak kekurangan. Lalu, apalagi yang menyulitkan Dinas Sosial untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap keberadaan panti asuhan papan nama dan pergerakan aksi 'kotak amal'.
Tidak ada rotan, akar pun jadilah. Kira-kira pandangan atau sikap Dinas Sosial sedemikian rupa. Dengan demikian, Dinas Sosial mampu menroteksi dan mengantisipasi permasalahan sosial di masyarakat.
Dinas Sosial jangan bersikap 'tiba masa, tiba akal', Itu namanya Dinas Sosial tidak ubahnya lembaga abal-abal. Sehingga setiap menangani masalah sosial dinilai sebagai proyek. (red)