Perda KTR Dinilai Hanya Pencitraan
Detaktangsel.com SERPONG-Perda Nomor 4 tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sudah disahkan sejak setahun yang lalu. Namun, baru saat ini Pemkot Tangsel gencar mempublikasikannya.
Divisi Advokasi & Investigasi Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH) Jupry Nugroho menilai perda tersebut hanya pencitraan belaka. Dari tujuh lokasi yang masuk KTR salah satunya adalah tempat kerja. Termasuk kantor pemerintahan.
"Sudahkah Pemkot Tangsel mengevalusi seluruh jajaran mulai dari tingkat kelurahan, OPD dan kantor wali kota. Sebab secara kasat mata masih banyak pegawai di lingkungan kantor pemerintah tidak menjalankan perda tersebut," katanya seperti keterangan resmi yang diterima redaksi detaktangsel.com pada Jumat, (24/11/2017).
Selain itu, ia mengkritik tentang pembentukan satuan tugas (satgas) yang sudah diamanatkan dalam perda tersebut. "Masyarakat mana yang dilibatkan dalam pembentukan satgas tersebut?. Jika kita berkunjung ke kantor kelurahan dan hampir seluruh OPD sampai DPRD, masih banyak para pegawai yang masih bebas menghisap rokok, jadi untuk siapa sosialisasi KTR," terangnya.
Baca juga: Perkembangan Investasi di Kota Tangerang Selatan
Jupry menjelaskan terkait sanksi ditegaskan pada pasal 20 bahwa setiap orang yang kedapatan merokok di kawasan yang telah ditetapkan sebagai KTR bisa dikenakan ancaman pidana selama tiga bulan atau denda sebanyak Rp2,5 juta. "Sanksi ini sudah sejauh mana Pemkot Tangsel menindak pegawai di lingkungannya untuk mentaati perda tersebut? Bagaimanapun seharusnya pejabat publik dapat menunjukan sikap yang dapat dicontoh. Jangan sampai pribahasa tajam ke bawah tumpul ke atas disematkan dalam melaksanakan perda tersebut," ujarnya.
Serta yang lebih tidak rasional adalah adanya larangan KTR tidak diimbangi dengan adanya area untuk merokok. Artinya ini menunjukan perda tersebut tidak melalui proses kajian yang mendalam dan tidak komprehensif. Berdasarkan hal itu jelas keberadaannya bukan didasarkan niat baik serta kepedulian, melainkan lebih pada kepentingan pencitraan. "Seolah-olah Pemkot Tangsel dibawah kepemimpinan Airin Rachmi Diany sebagai walikota sudah melahirkan perda, sebagai bentuk keberhasilannya. Padahal scara substansi dan pelaksanaannya bermasalah," pungkasnya.