PENGEBORAN AIR TANAH 200 METER DIBIARKAN, ADA APA DENGAN DINAS ?
PONDOK AREN – Proyek pengeboran air tanah sedalam lebih kurang 200 meter, yang berlokasi di dekat batas rumah warga RT 008/010 Peninggiran Cipulir Kebayoran Lama,Jakarta Selatan, warga RT 007/013 Pondok Jati, dan warga RT 005/004 Pondok Belimbing Kelurahan Jurang Mangu Barat, Kecamatan Pondok Aren,Tangerang Selatan, mendapat protes penduduk setempat yang merasa dirugikan.
Salah seorang warga, HM. Yunus selaku pemilik rumah yang berjarak hanya satu meter (1 m) dari lokasi pengeboran, dengan tegas menulis pernyataan keberatannya diatas selembar kertas surat. Pernyataan sikap itu merupakan bentuk protes kepada pihak pemilik dan pelaksana proyek, serta Pemerintah Kota Tangerang Selatan, yang nota bene warga perumahan Taman Mangu Indah (TMI) – RW.12 Kelurahan Jurang Mangu Barat, Kecamatan Pondok Aren sebagai penerima manfaat air bersih dari sumur bor tersebut.
Sementara itu, gabungan warga di lingkungan RT. 07/013 Pondok Jati dan warga RT.05/04 Pondok Belimbing – Kelurahan Jurang Mangu Barat, Kecamatan Pondok Aren juga mengajukan protes dan keberatannya. Mareka mengaku menjadi pihak yang dirugikan dan menjadi Masyarakat Terkena dampak yang dirugikan oleh proyek pengadaan air bersih untuk warga TMI.
Surat keberatan gabungan warga tersebut dikirim kepada Walikota Tangerang Selatan, Hj. Airin Rachmi Diany, dan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Rahmat Salam. Surat tersebut juga ditembuskan kepada ; Kementerian Lingkungan Hidup/Amdal, Eksekutif Nasional WALHI, Anggota DPRD Kota Tangsel, Ir.Gacho Sudarso, Camat Pondok Aren, Kapolsek Pondok Aren, Lurah Jurang Mangu Barat, Ketua RW 12 perumahan TMI, dan Ketua RW 13 Pondok Jati.
Dalam suratnya, gabungan warga menyampaikan protes atas kegiatan pengeboran sumur artesis sebagai proyek penyediaan air bersih di RT.04/RW.12 perumahan TMI. Karenanya, gabungan warga tersebut meminta kepada pejabat terkait untuk menghentikan proyek tersebut.
Menurut gabungan warga, sebelum kegiatan pengeboran sumur artesis tersebut dilakukan, tidak melalui proses sosialisasi kepada masyarakat yang terkena dampak negatif (dirugikan). Padahal, didalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengendalian Pengambilan Air Bawah Tanah, pada Pasal 20 disebutkan bahwa Proyek pengambilan air bawah tanah wajib dilengkapi Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Sementara itu, salah satu syarat untuk mendapatkan AMDAL adalah adanya persetujuan warga sekitar (masyarakat terkena dampak).
Pihak gabungan warga juga menyoroti bahwa status proyek tersebut tidak jelas, karena di lokasi proyek tidak ada papan nama kegiatan yang menjelaskan segala sesuatunya tentang proyek tersebut. Disamping itu, warga juga meragukan pemilik/pelaksana proyek sudah memiliki ijin AMDAL, ijin Pengeboran Air Bawah Tanah (IP), Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (IPBAT), Ijin Upaya Kelola Lingkungan (IUKL), Ijin Upaya Pemantauan Lingkungan (IUPL), dan lain-lain.
Gabungan warga juga mengingatkan, dalam Pasal 26 Perda nomor 11 Tahun 2012 bahwa setiap orang dilarang : point (e) Melakukan pemboran terlebih dahulu sebelum surat ijin pemboran diterbitkan; point (f) Mengambil air bawah tanah sebelum memiliki ijin.
(zal)