RUU PUB Sita Ruang Publik
OPINI - Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia menggelar dialog di Jakarta pada Kamis 26 Februari lalu, terkait Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang akan disahkan pada April 2015. Fokusnya ialah menentukan prosedur sebuah agama.
"Pengertian agama seperti apa, misalnya ia butuh punya sistem ritual yang baku atau kitab suci atau keyakinan baku yang disepakati penganutnya. Bisa juga ada kriteria jumlah penganutnya minimal berapa. Yang penting ada batasan sehingga bisa pasti disebut agama atau tidak. Persyaratan itu yang perlu kita susun" ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Hal ini dirasa perlu mengingat banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan atas nama agama.
Mendefinisikan agama bukanlah hal yang mudah, Apalagi menetapkan agama secara prosedural, ini justru akan membahayakan ruang publik negara. Pada dasarnya, agama merupakan hal yang sakral dan personal.
Setiap individu memiliki pemahaman dan pemaknaan secara pribadi terhadap agamanya, sehingga memunculkan perbedaan ekspresi antarindividu. Bagaimana jadinya jika hal yang sifatnya pribadi diseret ke ruang publik, makasangat dimungkinkan nantinya, ada pergolakan dominasi antar pemahaman yang sifatnya personal untuk memperebutkan legitimasi ruang publik.pelecehan dan kekerasan atas nama agama justru akan semakin meningkat.
Ruang publik merupakan tempat hidup bersama yang harus bersih dari monopoli personal atau kelompok tertentu. Ruang publik harus dikelola secara baik demi tercapainya tujuan bersama.
Oleh karena itu, kiranya RUU PUB tak perlu mendefinisakan agama, membakukan ritual dan kitab suci, serta mendata penganutnya secara administratif. Alangkah lebih baiknya Kemenag menyusun RUU Kesejahteraan Umat Beragam (RUU KUB), isinya tentang bagaimana agama mampu menjadi semangat individu dalam meningkatkan kesejahteraan publik.
Hal ini selaras dengan nilai-nilai dasar setiap agama, bahwa agama sejatinya adalah sebagai pedoman hidup manusia untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Wujud nyata gagasan ini misalkan, bagaimana Kemenag mampu mendorong para tokoh keagamaan untuk mendobrak mentalitas penganutnya agar sadar dan turut berperan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Kemenag bertugas mengembalikan tujuan dasar agama sebagai spirit of human being, yakni agama sebagai semangat kemanusiaan. Sementara itu, mengenai ajaran dan ritual sebuah agama kembalikan saja ke personal atau kelompoknya masing-masing. Dengan demikian, ruang publik tidak akan disita secara sepihak oleh kepentingan personal atau kelompok tertentu.
Penulis Adalah Penggiat Kajian Pojok Inspirasi Ushuluddin (PIUSH ) dan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Ushuluddin dan Filsafat (KOMFUF) Cabang Ciputat)