Mengapa Sejarah Selalu Menjadi Bahan Perdebatan ?
Detaktangsel.com, OPINI -- Menulis sejarah ataupun membaca sejarah bagi sebagian orang adalah hal yang menyenangkan. Apalagi berkaitan dengan sejarah masa lalu yang ditulis dari perjalanan seseorang baik itu untuk kepentingan pribadi, akademik, maupun dokumentasi dari sebuah misi perjalanan.
Namun bagi sebagian orang pula beranggapan bahwa sejarah sering dianggap "plin-plan." Tidak semua bisa dipercaya, karena banyak mengandung unsur kepentingan selera penguasa sehingga banyak sejarah yang "dipelintir."
Hal ini yang kemudian menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Ada orang yang bersifat apatis dan merasa bahwa sejarah gak ada yang benar, karena ditulis oleh orang asing yang bukan bagian dari pelaku sejarah itu sendiri. Ada pula yang mendebatnya dengan asumsi bahwa segala peristiwa masa lalu tanpa melalui rekam jejak sebuah karya tulis baik itu sastra, manuskrib maupun catatan harian... maka dianggapnya hanya sebuah mitologi rakyat untuk melanggengkan kekuasaan para raja raja kecil di daerah.
Maka tak heran jika banyak terjadi perdebatan-perdebatan di kalangan penikmat sejarah berkaitan dengan sejarah masa lalu. Bahkan terkadang menjurus ke hal-hal yang kontra produktif alias saling tuding-menuding argumen. Bahwa argumenya yang paling benar karena berangkat dari tutur orang-orang tua dahulu. Argumen anda keliru karena tidak tercatat dalam lembaran arsip nasional. Parah. Saya suka tersenyum bahkan sedih jika membaca di berbagai medsos banyak kawan-kawan yang saling menuding satu sama lain berkaitan dengan penulisan sejarah. Apalagi yang didebatkan sesuatu yang tanpa nas. Atau mendebat tanpa bukti.
Seharusnya semua pihak saling menahan diri sambil terus belajar sejarah yang tekun. Jangan dijadikan pekerjaan sampingan. Akan beda kualitasnya nanti jika yang mempelajari sejarah sebagai pekerjaan sampingan dengan orang yang benar-benar tekun mempelajari sejarah.
Mereka yang benar-benar tekun mempelajari sejarah akan menyikapi sebuah tutur dan tulisan masa lalu kemudian menjadikannya sebuah perenungan agar terlahir sebuah kesimpulan yang objektif. Ia akan rajin terus menulis meski dihantam kiri kanan. Sementara yang hanya menjadikannya sebagai sambilan memiliki kecenderungan MENDEBAT. Beranggapan semua referensi penulis adalah memiliki kepentingan masing-masing. Dan tak ada yang benar. Nah,lo! Yang benar menurut Om siapa?
Sejarawan Taufik Abdullah mengatakan, beberapa faktor menjadi penyebab kebimbangan sejarah. Antara lain, soal informasi yang bertambah dari waktu ke waktu. Belum lagi objektivitas penulis. Terakhir perkara referensi.
Harus kita akui emang referensi sejarah di Indonesia seringkali tidak lengkap. Pengarsipan sangat lemah. Para peneliti dan penulis sejarah tak jarang dibuat lelah saat mencari arsip di Indonesia. Termasuk saya sendiri ketika mempelajari yg berkaitan dng referensi kepustakaan. Harus bersusah payah mencari informasi tambahan yg akurat meski terkadang harus mengeluarkan biaya yg tidak sedikit demi mendapatkan informasi yg lebih akurat. Termasuk mengobok2 kearsipan yg banyak tersimpan di Musium Perpustakaan Leiden yg ada di Belanda.
Sudah bukan rahasia jika arsip-arsip sejarah Indonesia tersebar di luar negeri. Terbanyak di Belanda, negara yang pernah 350 tahun menjajah Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia sendiri? Lemot gaes. Bangsa kita itu ternyata bangsa yang tidak suka mencatat rupanya. Itu berkaitan dengan tradisi leluhur. Kita gak punya tradisi mencatat. Kita punyanya tradisi mengingat, itu saja masalahnya.
Dengan demikian, sejarah Indonesia kebanyakan merupakan hasil kenangan orang-orang yang mengalami peristiwa yang konon terjadi secara langsung. Konon ya Om.
Maka jangan heran jika sejarah kita juga menjadi konon katanya.
Namun, sejarah memang bukan perkara kepastian. Taufik menegaskan, sejarah bukan untuk dihafal oleh generasi selanjutnya. Sejarah menyangkut kearifan. Maka harus belajar sejarah. Supaya tidak hanya tahu apa yang terjadi, tapi tahu juga kenapa itu terjadi," ujarnya.
Menyikapi belakangan ini marak terjadi perdebatan sejarah yang minimbulkan kesimpang siuran informasi, saya maklumi. Sejarah sejak awal memang hal yang selalu menghadirkan perdebatan. Terutama ketika yang bersifat fakta sesungguhnya. Itu karena ilmu sejarah dianggap sebagai disiplin yang berusaha merekonstruksi setiap peristiwa berdasarkan sudut pandang masing-masing penulis. Biarkan saja. Sejarah bisa memperbaiki dirinya sendiri kok. Tak perlu kita berdebat kusir. Apalagi yang belum perna jadi kusir. Buang-buang energi. Apa yang anda ketahui dan pelajari ya monggo ditulis. Perkara orang mau terima apa tidak tergantung selera yang baca. Gak mungkin kita paksa orang makan jeruk dengan rasa manggis kan...??
Dalam ilmu sejarah, terdapat accepted history. Itu bisa menjawab pertanyaan "apa, kapan, siapa, dan di mana pada kejadian pasti. Sedangkan, jawaban tentang 'bagaimana' dan 'mengapa' adalah wilayah ketidakpastian sejarah yang senantiasa harus memperbaiki dirinya. Sejarah bukan hanya soal fakta. Melainkan ada pula tentang penilaian seseorang saat melihat fakta tersebut.
Tugas kita adalah menganalisa dengan sudut pandang yang bijak. Habis kopi beli lagi di warung.. Selesai tuh barang.
Jadi kesimpulan saya di akhir tulisan ini, yuk...saya mengajak teman-teman yang suka akan Sejarah, sering-seringlah kita bentuk, Focus Group Discussion (FGP) di daerah kita masing-masing. Hadirkan unsur Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas yang terkait, Praktisi Pendidikan, Praktisi Sejarah, Praktisi Seni, Praktisi Budaya, Akademisi dan Simpatisan. Niscaya hal ini akan menimbulkan efek yang positif bagi kemajuan Sejarah dan Kebudayaan kita. Di samping pula akan terbangun hubungan yang harmonis di antara sesama anak bangsa dalam menggali potensi daerahnya sebagai modal utama untuk membangkitan semangat Literasi di wilayah kita yg dapat kita wariskan ke generasi setelahnya sebagai Maha Karya Adiluhung kita untuk anak cucu kita ke depannya.
Wallahu a'lam bishawab
Semoga Manfaat
Padepokan Roemah Boemi Pamulang
17 Juni 2022
Oleh: Agam Pamungkas Lubah