Kampus (Tak) Tercinta
detaktangsel.com- OPINI, Ternyata selera humor kawan-kawan sesama alumni Sekolah Tinggi Publisistik (STP) Lenteng Agung, Jakarta Selatan, nyaris tidak pernah berubah sama sekali. Karakter yang melekat dan mengalir pada diri mereka masing-masing senantiasa terpancar lewat celotehnya, penuturannya, dan gelak tawa mereka.
Seperti pertemuan saya dengan mereka pada Minggu, 22 Desember 2012. Saya lupa nama kawan satu ini. Ia biasa dipanggil Udin Apes, ada pula Kris Ansaka asal Papua, dan tuan rumah Arman Badriza. Meski hanya berempat, pertemuan ini menjadi penting tidak hanya makin mempererat tali silahturahim. Tapi paling tidak, ada kenangan lama dan juga obsesi yang pernah menjadi bahan diskusi berkumpul di Kampus Tercinta, tepatnya saat menjadi mahasiswa angkatan 1981.
Saya termasuk 'buta' perkembangan kawan-kawan setelah lulus menjadi 'ahli' jusnalistik di sejumlah suratkabar, televisi atau menjadi pengusaha dan bekerja di sejumlah perusahaan non-penerbitan. Saya tidak pernah hubungan sama sekali. Kalo pertemuan ini saya hadir karena selain ingin tahu rumah Arman di kawasan Lenteng Agung, juga kangen sama Kris.
Dari obrolan sekitar 3-5 jam itu, tersirat ada kegelisahan dan keinginan mulia untuk mengembalikan nama STP yang kini berubah menjadi IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Ada Pergeseran nilai-nilai disiplin ilmu. Yang semula hanya menonjol ilmu jurnalistik, kini ditambah ilmu politik. Dan, lembaga pendidikan tinggi sangat terkenal sebagai 'laboratorium' kelahiran penulis terutama di bidang kewartawanan. Kini, kebanggaan itu masih membelenggu kawan-kawan alumni STP angkatan 81. Entah dengan angkatan lain, baik yang senior maupun yunior.
Syukur alhamdulillah, ternyata kawan-kawan masih mempunyai daya khayal dan obsesi seluas samudera. Juga masih menyimpan mimpi yang pernah diceritakan ketika semasa mahasiswa walau telah termakan usia. Seolah daya khayal, obsesi, dan mimpi kawan-kawan masih menguasai ruang maupun waktu.
Daya khayal, obsesi, dan mimpi kawan-kawan itu terkait kredibilitas, integritas, kapabilitas, serta kualitas lembaga pendidikan ini tetap nomor satu di Tanah Air dalam upaya melahirkan tenaga profesi wartawan menyusul perkembangan dunia jurnalistik makin pesat. Ya dunia jurnalistik di bidang pertelevisian, cetak, atau on line.
Tentu apa yang menjadi anggan-angan kawan-kawan cukup berat diwujudkan. Ibarat api jauh dari panggang. Tapi ya tidak apa-apa, namanya obsesi, khayalan, dan mimpi. Karena semua harapan berangkat dari mimpi. Sehingga lahir daya saing, motivasi, semangat, dan daya juang.
Kawan, selayaknya kita sebagai alumnus STP ingin mengembalikan kejayaan lembaga pendidikan ini. Karena tanpa Drs AM Hoeta Soehoet, Ras Gading, Saleh Siregar dan tenaga pengajar lainnya, maka kita tidak mengenal dan memahami kaidah penulisan jurnalistik. Apapun alasannya, dunia jurnalistik telah menjadi bagian dari diri kita. Untuk itu, sudah sepatutnya mimpi, khayalan, dan obsesi kita itu jangan sampai pergi bersama debu yang diterpa angin.
Berat ya memang berat, namanya juga perjuangan. Paling tidak, kita telah memulai membuka lembaran lama yang tersimpan di pikiran sejak sama-sama masih di bangku kuliah. Coba bayangkan kalo kita bisa member sumbangsih menyelenggarakan kegiatan mengenang tokoh pers nasional AM Hoeta Soehoet seperti pemberian penghargaan kepada insan pers yang telah ikut membangun perkembangan pers nasional. Bisa juga kita menerbitkan suratkabar, majalah atau on line dengan pangsa kalangan mahasiswa, alumus, dan kalangan dosen maupun mantan-mantan pengajar.
Betapa besar oplah suratkabar atau majalah ini jika dikelola dengan profesional. Bahkan, penerbitan ini bisa dijadikan tempat magang mahasiswa sekaligus menampung calon wartawan berkarya. Di sisi lain, lembaga pendidikan ini akan kembali jaya.
Saya patut bersyukur meski terlambat berkumpul dengan kawan-kawan. Toh tidak apa-apa. Lebih baik terlambat daripada saya tidak bertemu kembali untuk mendengarkan cerita tentang mimpi usang yang ingin dihidupkan kembali. Saya yakin apa yang menjadi catatan ini mungkin telah menjadi agenda pemikiran kawan-kawan.
Bila mimpi ini terwujud, almarhum AM Hoeta Soehoet, Ras Gading dan lainnya tersenyum lega karena anak-anak didiknya telah mampu melanjutkan cita-cita bahwa STP atau IISIP atau apa namanya perguruan tinggi nanti diganti, telah mempunyai unit usaha penerbitan yang dirintis dan dikelola para alumnus secara profesional. Selamat kawan-kawan, mimpi, obsesi, dan khayalan semasa mahasiswa masih tersimpan rapi. Sudah saatnya kita wujudkan meski kecil-kecilan. Yang penting, kita telah memulai perjuangan dalam usia yang rata-rata sudah menginjak separuh baya.
Ini sebagai bentuk sumbangsih pemikiran atau gagasan untuk eksistensi dan integrasi Kampus (Tak) Tercinta lagi. O Alumni STP 81