Dewan Pers: Hindari Berita Hoax, Wartawan Harus Bersertifikasi
detaktangsel.comJAKARTA - Maraknya berita bohong atau hoax tengah menjadi perhatian serius pemerintah. Untuk menghindari media abal-abal dan hoax, Dewan Pers mengimbau agar semua pelaku media mengikuti uji kompetensi.
"Berita hoax menggejala, asal-muasalnya menjelang Pileg dan Pilpres. Di luar itu, ada media buzzer. Mereka buat situs berita dan di-follow up di medsos. Lalu ada media abal-abalan. Apakah itu akan dibiarkan?" ungkap Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi di Pressroom Parlemen di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (10/1/2017). Pria yang akrab disapa Stanley ini menegaskan bahwa setiap perusahaan pers harus bersertifikasi sesuai dengan amanat undang-undang.
"Silakan orang bikin media, tapi harus berbadan hukum. UU katakan berbadan hukum dan ada penanggung jawab serta alamat redaksi," ucapnya seperti dilansir detik.com.
Dewan Pers mengimbau seluruh jurnalis yang ada di Tanah Air mengikuti uji kompetensi. Selain itu, Dewan Pers akan mencantumkan logo atau barcode terhadap media-media yang terverifikasi.
"Februari kami lakukan uji kompetensi. Wartawan wajib menunjukkan kompetensi wartawan. Lalu akan diberikan logo media online dan cetak. Bisa dipalsu, tapi nanti dicek di Dewan Pers. Nanti ada seleksi alam, sumber jelas dan berita jelas," papar Stanley.
Uji kompetensi wartawan diperlukan karena Dewan Pers mendapat sejumlah laporan adanya wartawan yang dinilai tidak memiliki pengetahuan di bidang jurnalistik. Sebab, sebagai profesi, dunia jurnalistik juga memiliki aturan dan kode etik.
"Wartawan, pemimpin media, harus punya kompetensi wartawan karena ditengarai di Bima ada loper koran punya kartu pers. Ilmu jurnalistik bukan ilmu tiban, butuh keterampilan dan pendidikan serta etik yang jelas," ujar dia.
"Jangan sampai loper koran jadi wartawan, redaktur lagi. Kalau ada wartawan sama, editornya dia, pimred-nya dia juga. Mau bercanda?" sambung Stanley.
Uji kompetensi bagi wartawan juga bisa dilakukan oleh jurnalis freelance. Mereka bisa memperoleh sertifikasi melalui organisasi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers.
"Ikut aja. Di AJI, PWI, nanti ada sertifikat wartawan. Muda, madya, utama. Tidak perlu takut, setiap wartawan harus ikut itu. Freelance juga harus punya kompetensi. Jangan menyucikan posisi sebagai wartawan," tutur Stanley.
"Media kecil harus didorong untuk tumbuh. Kalau berbadan hukum kantor pers mau besarkan usahanya, pinjam dana ya bisa. Hal itu kita dorong agar siapa pun yang ketemu pers itu yang berkompetensi," sambung dia lagi.
Stanley menegaskan Dewan Pers tidak melihat sebuah media dari besar atau kecilnya media itu. Namun dari verifikasi yang dimaksudnya tadi.
"Kami ingin pastikan produk jurnalistik atau tidak, memiliki kompetensi wartawan yang ada kurikulumnya. Newsroom yang dijaga independensinya," beber Stanley.
Dewan Pers akan mengacu pada UU Pers jika ada produk jurnalistik yang bermasalah. Pihak yang dirugikan, menurut Stanley, juga bisa melaporkannya.
"Kalau ada berita hoax, silakan rujuk ke media trusted," tegas dia.