Sabda Pandhita Ratu
detaktangsel.comEDITORIAL - Masih ingat ungkapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX ketika menolak dicalonkan kembali menjadi Wakil Presiden mendampingi Presiden Soeharto yang dikenal dengan Sabda Pandhita Ratu? Sikap politik Raja Jogyakarta ini cukup elegan dan sejuk. Tanpa banyak komentar sekaligus mengajarkan pada kita tentang konsistensi dan integritas.
Tidak demikian dengan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta yang tidak lama akan menggantikan Jokowi sebagai Gubernur. Serta merta Ahok menunjukkan sikap perlawanan yang tidak mendidik. Ahok melawan kebijakan Partai Gerindra ihwal Pilkada Gubernur, Walikota, dan Bupati tidak secara langsung.
Ahok tidak hanya menentang kebijakan partai. Bahkan, mengeluarkan pernyataan yang sangat frontal, mengundurkan diri sebagai kader Gerindra. Padahal namanya menembus politik nasional semata-mata perjuangan dan dukungan Gerindra. Pecah kongsi antara Ahok dan Gerindra.
Memang Ahok bukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sangat menghormati dan menghargai Sabda Pandhita Ratu. Dalam bahasa rakyat pernyataan ini ibarat sumpah seorang pemimpin. Pantang ditelan kembali.
Ahok sudah mengeluarkan pernyataan politik mengundurkan diri dari Gerindra. Partai yang punya andil besar membesarkan namanya di jagat politik nasional. Sikap Ahok ini tentu mengundang berbagai pertanyaan miring, bias.
Tidak seharusnya Ahok menunjukkan sikap arogan, sombong, dan merasa besar. Tanpa dukungan politik maupun finansial, nama Ahok tenggelam. Sosok dari keturunan etnis Tionghoa tidak akan masuk elit politik yang diperhitungkan secara nasional. Tiba-tiba sombong dan arogan. Bak kacang melupakan kulitnya.
Kecongkakan Ahok bersikap itu memperkeruh suasana pascapilres 2014. Berbagai spekulasi bermunculan. Konon, Ahok dirangkul PDI Perjuangan. Desas-desus pun beredar menyebutkan Ahok akan direkrut menjadi pembantu Presiden terpilih Jokowi. Namun, bukan isu atau desas-desus tersebut yang menjadi persoalan.
Persoalannya, kenapa Ahok kok tega meninggalkan Gerindra? Lalu, bagaimana pertangungjawabannya secara politis sekaligus moral? Jelas hal ini memberikan preseden buruk dalam upaya memberikan pendidikan politik bangsa.
Pendek kata, nasionalisme Ahok terukur. Tidak dengan demikian dengan Kwik Kian Gie. Pengamat politik ini mengundurkan diri dari PDI Perjuangan tanpa banyak 'cingcong'. Seharusnya Ahok menonjolkan sikap wisdom political ketimbang berkoar-koar menunjukkan sikap perlawanan terhadap partai yang membesarkannya.