Sidang Korupsi Alkes Banten, Eks Kadinkes Banten Jadi 'Boneka' Wawan
detaktangsel.com Jakarta - Djaja Buddy Suhardja menggambarkan dirinya dijadikan boneka oleh eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan), saat masih menjabat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Anak buah Wawan-lah yang menyuruhnya menandatangani surat loyal terhadap Atut.
Dalam kesaksiannya di persidangan, pensiunan PNS Banten itu berujar segala bentuk manipulasi proyek pengadaan alat kesehatan di RS rujukan Provinsi Banten yang dilakukannya di bawah kendali Wawan cs.
"Bapak jangan grogi, Pak. Tarik napas. Bapak tanda tangan surat tersebut?" kata jaksa penuntut umum KPK kepada Djaja di ruang sidang Koesoemah Atmadja II, Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2017).
Surat yang dimaksud adalah surat komitmen loyalitas Djaja kepada Atut jika dirinya diangkat dari Kadinkes Kabupaten Lebak menjadi Kadinkes Provinsi Banten. "Saya tanda tangan," jawab dia.
Djaja mengatakan, memang, bukan Ratu Atut yang memintanya menandatangani surat loyalitas itu. Tetapi seseorang bernama Edwin, anak buah Wawan. Djaja juga mengamini pertanyaan jaksa perihal dirinya diminta turut serta menyukseskan rencana Atut yang hendak maju di Pemilihan Kepala Daerah Banten periode 2012-2017.
"Betul (diminta mendukung Atut maju pilkada, red)," jawab Djaja.
Kepatuhan Djaja kepada keluarga Ratu Atut juga terimplementasi dalam proses penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Dinkes Banten. Ia mengungkapkan Wawan mengarahkannya untuk merealisasikan RS rujukan Provinsi Banten, di mana pengadaan alat kesehatannya disesuaikan dengan keinginan Wawan. "Jadi memang semua yang kita buat itu harus sesuai pengetahuan dan arahan Pak Wawan," ucapnya.
Dijelaskan Djaja, anggaran untuk RKA telah diatur Bappeda Rp 190 miliar. Namun ada penambahan Rp 18 miliar, sehingga total anggaran kerja Dinkes Banten saat itu Rp 208 miliar. "Ini dilaporkan ke Pak Wawan. Kan kita (kepala-kepala dinas) sering dipanggil," tuturnya.
Pada saat dinkes hendak melakukan proses pelelangan alat kesehatan, Djaja juga mengaku menghadap Wawan di kantornya, The East, Kuningan, Jakarta Selatan. Saat itu ia didampingi Sekretaris Dinkes Ahmad Drajat Ahmad Putra dan Kasubbag Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan pada Dinkes Banten Suherman. "Waktu itu ada Bu Yuni. Dia itu pengusaha alat kesehatan dari Java Medika sama Pak Dadang Priyatna, dia itu yang bekerja di Pak Wawan. Jadi pada intinya membahas rencana pengadaan barang di RS rujukan untuk 2012," terang Djaja.
Jaksa lantas menanyakan mengapa Djaja selalu melaporkan hasil kerjanya kepada Wawan, yang notabene tidak memiliki hubungan kedinasan dengannya. Apalagi Wawan bukan orang pemerintahan, hanya pengusaha. "Saya berpikir ini hanyalah perintah Ibu (Atut, red). Saya kan harus loyal. Dari awal kan saya sudah tanda tangan surat komitmen. Kalau melaporkan (hasil kerja, red) secara langsung ke Ibu, itu saya tidak. Pak Wawan bilang cukup lewat dia saja," papar Djaja.
Wawan jugalah, lanjut Djaja, yang mengatur pemenang tender pengadaan alat kesehatan. Lagi-lagi Djaja menghadap Wawan di kantornya untuk membahas hal itu. "Kami ini harus mengamankan pelaksanaan tendernya. Harus menangkan perusahaan itu (yang ditentukan Wawan). Yang sudah tertulis (dalam daftar peserta lelang dari Wawan, red) harus diamankan pelaksanaan tendernya," sambung Djaja.
Jaksa kemudian membahas prosedur harga perkiraan sendiri (HPS) proyek pengadaan alat kesehatan tersebut. Diterangkan Djaja, draf HPS disusun oleh ketua panitia pengadaan bernama Ferga. Namun harga alat-alat yang tertera di draf telah disesuaikan berdasarkan harga yang diajukan rekan Wawan, Yuni.
"Drafnya, angka-angka rupiahnya sudah disusun Bu Yuni Java Medika tadi. Kita juga harus patuh ke Bu Yuni. Pemberian harga alkes harus dari Bu Yuni," tandasnya.
Sumber : detik.com