Ancaman Kepunahan Jerapah Masai: Penyebaran Populasi Terputus dan Risiko Perkawinan Sedarah

Potret dari Jerapah Masai, Wikimedia Commons/flightlog, Ilustrasi: Aqila/dt Potret dari Jerapah Masai, Wikimedia Commons/flightlog, Ilustrasi: Aqila/dt

Detaktangsel.com, NASIONAL –– Jerapah Masai merupakan salah satu spesies yang terancam punah, menghadapi situasi yang mengharuskan mereka melakukan perkawinan sedarah karena penipisan populasi. Hal ini berdampak pada risiko cacat pada bayi Jerapah yang baru lahir.

Selama 30 tahun terakhir, populasi jerapah Masai terus-terusan mengalami penurunan akibat perburuan dan kehilangan habitat sehingga kini mereka menghadapi ancaman baru, termasuk perkawinan sedarah.

Studi baru-baru ini menemukan bahwa jerapah Masai (Giraffa camelopardalis tippelskirchi) subspesies yang ada di Kenya dan Tanzania—terbagi menjadi dua populasi terpisah. Kedua populasi ini belum pernah bertemu sebelumnya, sehingga perkawinan antara kedua kelompok berbeda tidak pernah terjadi.

Kondisi ini menimbulkan ancaman perkawinan sedarah dan menyebabkan para konservasionis perlu memikirkan cara baru untuk mengatasi penurunan populasi jerapah.

"Dalam lima puluh tahun ke depan, apakah jerapah Masai masih akan ada? Saya tidak yakin. Saya pikir kemungkinannya 50/50," ujar Douglas Cavener, seorang ahli genetika dari Penn State dan penulis studi yang diterbitkan di jurnal Ecology and Evolution.

Habitat jerapah Masai terbagi oleh tepi barat Celah Afrika Timur, sebuah fitur tektonik besar yang membentang dari Yordania hingga Mozambik. Sabana datar di sekitar Taman Nasional Tarangire terpisah oleh tebing tinggi.

Karena jerapah Masai bukanlah pemain pemanjat yang baik, mereka tidak mampu menyeberangi tebing untuk melakukan perkawinan antarkelompok. Untuk mengidentifikasi adanya perkawinan sedarah di antara kedua kelompok ini, para peneliti mengumpulkan materi genetik jerapah dan menganalisanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa betina jerapah Masai kemungkinan belum pernah berkunjung ke kelompok lain di balik tebing selama lebih dari 250.000 tahun. Sedangkan jerapah jantan yang cenderung berkeliaran lebih jauh dari tempat tinggal, mungkin pernah menyeberangi tebing pada waktu yang sama. Namun, dalam beberapa ribu tahun terakhir, mereka tidak pernah melakukannya lagi.

"Keadaan ini semakin memperburuk ancaman kepunahan," kata Cavener.

Tim peneliti juga menemukan bahwa perkawinan sedarah menjadi umum pada jerapah Masai. Perkawinan sedarah ini terjadi ketika populasi terlalu sedikit dan habitat terisolasi. Jika dibiarkan terus berlanjut, praktik ini dapat menyebabkan "depresi perkawinan sedarah", di mana populasi menjadi kurang sehat dari waktu ke waktu karena komplikasi genetik.

Beberapa ilmuwan mengemukakan bahwa mammoth berbulu terakhir yang hidup juga punah akibat depresi perkawinan sedarah setelah habitat nya terisolasi di Pulau Wrangel di Rusia utara.

Saat ini, perkawinan sedarah dapat terjadi ketika populasi hewan terisolasi akibat campur tangan manusia. Habitat jerapah Masai di sisi timur tebing telah mengalami perubahan akibat pembangunan besar-besaran dalam beberapa dekade terakhir, seperti pembangunan jalan, peternakan, dan perkembangan kota di sekitar Danau Taman Nasional Mayara dan Tarangire.

Meskipun demikian, para peneliti menemukan bahwa perkawinan sedarah lebih sering terjadi pada jerapah di sisi barat tebing, di mana habitatnya lebih terjaga. Mereka menduga bahwa ini disebabkan oleh dampak pandemi rinderpest, penyakit pada sapi dan hewan berkuku lainnya yang menghancurkan ekosistem Afrika pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. (Aqila/red)

Go to top

Copyright © 2013  Detak Group. All rights reserved.

Support by pamulang online