OPINI, detak.co.id -Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang semula mau usung Anies di Pilgub DKI sebagai bentuk perlawanan kepada Jokowi, akhirnya batal. Diduga ada tekanan hukum dan politik di balik layar yang menjadikan taring PDIP rontok. Pencalonan Pramono Anung sebagai cagub DKI, diduga hasil kompromi dengan rezim Jokowi agar berbagai kasus hukum yang banyak melibatkan kader PDIP, termasuk suami Puan, Happy Hapsoro bisa tetap aman.
Sehari menjelang penutupan pendaftaran calon di KPU, belum ada parpol yang secara eksplisit mengusung Anies. Semua parpol seolah tersandera oleh rezim Jokowi mungkin ditambah dengan pengalaman Pilpres 2024 yang diintervensi oleh Jokowi, sehingga hasil perolehan suara Anies-Muhaemin telah dimanipulasi.
Jika saja partai-partai benar-benar mengabaikan Anies sehingga tidak bisa nyagub, ini preseden buruk bagi demokrasi sebagai alarm kalau demokrasi telah mati, semuanya berada dalam kendali oligarki taipan dan China komunis.
Menolak Anies bukan sekedar mengabaikan satu orang paslon, tapi telah “membunuh” kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Anies bukanlah seorang pesakitan, bukan pula seorang perusak demokrasi, menyingkirkan Anies adalah menghancurkan kemerdekaan, mengoyak kedaulatan bangsa dan negara, menghancurkan demokrasi, menghancurkan hukum, menghancurkan etika dan moral, dan mengabaikan kepentingan rakyat demi menghambakan diri kepada sangan penjajah para oligarki taipan dan China komunis.
Tanpa keikutsertaan Anies, pilkada hanya dagelan yang penuh rekayasa dan manipulasi. Rakyat Jakarta yang sudah cerdas harus menolak permainan ini. Mereka-mereka yang maju nyagub/nyawagub hanya boneka-boneka oligarki taipan yang tidak punya memerdekaan dan telah kehilangan harga diri dan jati diri sebagai pribumi pemilik negeri.
Ketika Anies yang secara tulus dan patriotik akan membenahi permasalahan bangsa dan negara yang sudah diambang kehancuran, sehingga Indonesia mampu menjadi negara besar, maju, berdaulat, sejahtera, dan berwibawa, justru malah terus dijegal dan dirintangi oleh bangsa sendiri yang cuma haus jabatan, kekuasaan, dan berbagai fasilitas proyek duniawi.
Sebenarnya para elit partai yang ikut menjegal dan merintangi Anies maju adalah para komprador busuk yang secara sadar atau tidak telah membiarkan Indonesia terus berada dalam cengkeraman okigarki taipan dan penjajahan China.
Ketika di masa lalu para tokoh bangsa berjuang mati-matian dengan mengorbankan harta dan nyawa untuk melepaskan diri dari penjajah, justru para elit partai saat ini malah menyerahkan negara ini untuk dijajah bangsa lain.
Semoga masih ada partai yang waras yang mampu mengakomodir suara-suara rakyat.
(Bandung, 24 Shafar 1446. Penulis: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik)